Laman

Sabtu, 22 Mei 2010

Atasan Cerewet

Beberapa kali saya pindah kerja saya selalu mendapatkan rekan kerja yang mengeluh karena atasannya yang cerewet. Saya yakin bahwa sebagian besar orang yang menyandang predikat "karyawan" pernah merasakan dicereweti oleh atasan apakah itu disebabkan deadline, kesalahan, ataupun kesalahpahaman. Atasan cerewet  tampaknya merupakan kenyataan hidup bagi orang yang bekerja. bahkan bagi anda yang tidak bekerja pada Perusahaan/wiraswasta pun tetap ada orang yang bertindak sebagai pemberi "order" atau orang yang membayar tagihan anda, atau pelanggan yang harus anda layani.

Seperti hal-hal lainnya, ada dua pilihan untuk mensikapi atasan yang cerewet. yaitu :

1. Cara Negatif
seperti kebanyakan diantara kita yang berkeluh kesah tentang mereka, menggunjing mereka, berharap mereka segera pergi, berkomplot dalam pikiran kita untuk melawan mereka, berharap mereka tertimpa celaka, mengerjakan tugas asal-asalan, dan anda sendiri terus stres memikirkan situasi itu; atau

2. Cara Positif
kita dapat mengambil jalan dan berusaha (meskipun tidak mudah) untuk tetap terfokus kepada penyelesaian tugas maupun aspek-aspek positif dari pihak yang menuntut tersebut.

Pada awalnya saya pun sulit untuk merubah pola pikir maupun perasaan saya dalam menghadapi Boss yang seperti ini karena saya selalu kesal apabila merasa dipaksa, mungkin ada pengaruh dari hobby beladiri saya yang tidak boleh diatur oleh orang lain. namun, sesudah berurusan dengan begitu banyak orang yang gemar memaksa selama karir saya, akhirnya saya berhasil menyadari beberapa aspek penting, yaitu :

Pertama, Aspek positif pertama yang saya sadari tentang orang yang cerewet adalah :
pada umumnya, mereka cerewet kepada semua orang. dengan kata lain, sikap mereka tidak ditujukan kepada saya secara pribadi.
sebelum menyadari bahwa ini masalahnya, saya biasa mengandaikan  bahwa si Cerewet itu "sengaja menyusahkan saya." saya memandang perintah paksa mereka sebagai serangan pribadi, dan saya merasa tertekan kemudian saya menumpuk masalah karena saya selalu mereka-reka motif yang tersembunyi, dan akhirnya menghasilkan kesimpulan dalam kepala saya bahwa saya "berhak marah" dan ketika saya pulang dari kantor masih terngiang-ngiang apa yang dikatakan atasan saya tersebut.

Kedua, Semua mulai berubah begitu saya mulai melihat tanda-tanda bahwa pihak yang cerewet sebetulnya tidak bersalah. Saya mulai melihat bahwa, pada hakikatnya, mereka berbuat demikian karena terpaksa dan terperangkap dalam peran yang mengharuskan mereka bersikap cerewet. ini tidak mengubah pendirian saya untuk lebih suka bekerja untuk orang yang tidak selalu menuntut, tetapi pola pikir tersebut membuat saya lebih mudah menerima keadaan itu.

Saya memiliki 2 (dua) kisah teman yang serupa tapi tak sama dalam menghadapi "Sang Bossy"
Seorang teman yang berprofesi sebagai penulis buku profesional pernah bercerita kepada saya bahwa dia sedang stres karena merasa bekerja dengan seorang editor yang cerewet. dia merasa sulit untuk menerima kritik dan desakan dari editor tersebut. Saya bertanya kepada teman saya itu "Pernah ga kamu berpikir bahwa orang yang paling cerewet seringkali adalah orang yang mendorongmu keluar dari daerah nyaman dan membantumu mencapai tingkat kompetensi yang lebih baik?" saya mengajukan pertanyaan itu karena saat itu saya teringat pelatih Tae Kwon Do semasa saya masih menjadi siswa SMP di Bandung yang telah melatih saya hingga memiliki skil sparing yang sangat meningkat dalam waktu 6 (enam) bulan saja. kembali ke cerita teman saya, dia tertegun sebentar lalu menjawab tanpa ragu  "Betul juga kamu, karena saya menjadi seperti sekarang ini disebabkan Ibuku yang selalu mendidiku dengan keras untuk selalu mengerjakan setiap tugas dan PR semasa disekolah". pada saat itu juga kisah teman saya itu seolah kembali mengingatkan saya akan hikmah dibalik sikap cerewet seseorang. Saya menyakini bahwa orang yang cerewet seringkali adalah orang yang membuat saya menghasilkan yang terbaik.

Lain cerita dengan teman saya yang menjadi seorang PNS di salah satu Kementrian Negara RI yang bekerja sebagai seorang bawahan dari seorang "Bossy Tulen" ia menggambarkannya sebagai "orang yang selalu memaksa tanpa alasan selain hanya karena ia senang memaksa. Sang Bossy merasa berwibawa setiap kali mengeluarkan perintah. kecuali teman saya itu, siapapun dikantornya takut atau muak kepada atasan yang cerewet ini. Pada saat ditanya apa rahasianya, teman saya menjawab "kebijaksanaan dan kemampuan untuk membaca perilaku atasan yang "tidak Populer" lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang positif bagi diri sendiri maupun bagi bossnya", ia melakukan falsafahnya itu melalui cara sederhana dengan mencoba mencari sisi humornya ketimbang membencinya, ia mencari-cari kalau-kalau ada yang dapat dipelajari dari kelebihan sang atasan daripada memfokuskan diri pada sisi negatifnya. Hasilnya, kurva belajarnya pun naik tajam. Ia tidak harus menunggu terlalu lama karena kemampuannya untuk tetap tenang dalam lingkungannya yang keras membuat sang atasan terkesan, maka ia pun menjadi anak emasnya yang selalu dibawanya "jalan-jalan" dalam perjalanan dinas ke luar kota dan keluar negeri dan tentunya dengan jabatan yang lebih tinggi telah melekat kepadanya.

Kesadaran tentang adanya dua sisi pada orang yang cerewet, yaitu sisi negatif dan sisi positif telah membuat seluruh hidup saya jauh lebih mudah. bila sebelumnya saya mudah bersikap defensif dan itu memperburuk situasi, sekarang saya mendekati orang cerewet dengan cara yang benar-benar baru. Saya bersikap terbuka terhadap apapun yang dapat mereka ajarkan kepada saya, dan saya tidak menganggap perlakuannya ditujukan kepada saya secara pribadi. Hasilnya betul-betul menakjubkan karena saya tidak lagi begitu mudah menjadi marah dan defensif, orang "cerewet" yang saya temui dan bekerja dengan saya terasa jauh lebih mudah diajak kerjasama. saya sekarang sadar bahwa reaksi saya yang berlebihan kepada orang cerewet sangat berhubungan dengan sulitnya berurusan dengan mereka. karena kasusnya sering demikian, sejak saya berusaha berkembang menjadi orang yang bersedia mengakui adanya peran saya dalam timbulnya masalah, kini hidup saya lebih mudah. namun, ini tidak berarti saya membela orang yang selalu menuntut, karena saya masih memandangnya sebagai sifat negatif dan menyakiti hati orang lain. kendatipun demikian saya telah belajar mengatasinya dengan memandangnya sebagai "masalah kecil". mudah-mudahan hal yang sama akan anda rasakan.       

1 komentar:

  1. ive been there before ...sbagai bawahan yang punya atasan cerewet banget ...and im tired !

    BalasHapus